Selasa, 30 Juni 2015

Tewas

Zaky sudah memikirkan cara untuk membunuh Chiko. Dia sudah menyiapkan pisau dapur di tangannya. Layaknya seorang pencuri, Zaky mengendap-endap mendekati Chiko dengan tangan kanan yang mengacungkan pisau.

Dari belakang Zaky berhasil menyekap Chiko. Tidak ada perlawanan yang cukup dari Chiko, karena memang tubuh Zaky jauh lenih besar. Tanpa ragu Zaky meraih leher dan dengan cepat mendaratkan pisau tepat di atas leher Chiko. Merobek dan memotongnya. Terdengar suara Chiko yang mengerang kesakitan. Tubuhnya mengejang, meronta seperti ikan yang keluar dari kolam. Chiko hanya menatap Zaky dengan penuh emosi. Tatapan mata Chiko seakan mengutuk Zaky. Dan akhirnya Chiko tewas di tempat.

Beberapa saat kemudian Ibu Zaky datang. Ibunya terkejut melihat Zaky yang memegang pisau berlumur darah di halaman rumahnya, ia langsung berlari mendekati Zaky.

“Astagfirullah Al 'adzim, Zaky, istigfar kamu, Nak” teriak ibu.
“Ibu. Ibu sudah datang” sahut Zaky sedikit terkejut.
“Kamu kenapa membunuh Chiko?” tanya ibu seakan mengintrogasi.
“Maaf bu, saya terpaksa melakukan ini.”
“Kamu lupa pesan ayahmu, untuk terus menjaga dan merawat Chiko.”
“Tapi bu, aku memotongnya karena aku lapar. Dan aku juga sudah membaca basmalah.”
“Chiko itu kan ayam pencari nafkah keluarga kita. Ayam jago adu kebanggaan ayahmu, kalau ayahmu masih ada pasti ia akan marah besar kepadamu.”

Panjang lebar ibu Zaky berbicara, memarahi Zaky yang telah melanggar wasiat pesan ayahnya. Dan sesekali menceritakan kisah ayahnya saat dahulu merawat Chiko, Zaky hanya merunduk mendengarkan omelan panjang ibunya yang seperti kereta.

“Sudahlah, ibu capek. Marahin kamu lagi, Zaky” dengan nada sedikit kesal ibu meyudahi omelannya.
“Maafin Zaky, bu” sahut Zaky pelan.
“Yasudah, kamu lanjutkan potong-potong Chikonya. Ibu baru saja pulang dari pasar belanja kecap. Sepertinya daging Chiko enak kalau dijadikan opor” kata ibu Zaky yang mulai mereda marahnya.
 ***
Terima kasih sudah membaca. See you ~

Senin, 22 Juni 2015

Terbawa Perasaan

“Selamat ulang tahun, Zaky. Kamu merem dong, aku mau kasih hadiah buat kamu.” ucap Hayati.

Tanpa ragu aku menuruti permintaan Hayati. Dalam pejaman mataku aku masih bisa melihat paras cantik wajahnya. Aku tahu ini hanya ilusi dari otakku. Namun sepeti nyata, aku hafal sekali detail dan lengkung wajahnya. Bayang wajah ini, memang dia. Hayati.

Hayati Nur Jamilah. Gadis berdarah Minang dan Sunda ini sudah lamaku kenal sejak tiga tahun lalu. Gadis yang sudah lama memenangkan hatiku saat pertama kali aku mengenalnya. Wajahnya yang bulat oriental terlihat sempurna di mataku. Ada yang khas pada wajahnya. Tahi lalatnya. Entah kenapa aku suka dengan tahi lalat yang ada didekat alis kirinya. Dia terlihat manis dan seksi, terutama dibagian bibirnya yang merah merekah. Sepertinya aku bisa merasakan manisnya strawberry saat melihat bibirnya.

“Kamu mau kasih hadiah apa sih, Ti?” tanyaku penasaran.
“Mmmuuuaaaacchh”

Sebuah kecupan mendarat di pipiku. Aku mendapatkan kecupan nikmat di pipi kanan dan kiriku darinya. Inikah hadiahnya untukku. Sontak mataku langsung terbuka, wajahku memerah. Sesaat aku merasakan jantungku berhenti berdetak. Darahku mengalir deras memenuhi isi kepala.

“Ih kamu, apa apaan sih? Ini kan tempat umum, bikin malu saja.” ucapku sedikit malu.
“Hahahah... Selamat ulang tahun ya, kesayanganku. Harusnya kamu lihat kaca, Ky. Wajahmu memerah bagaikan tomat.” ucap Hayati dengan tawanya yang lepas.
“Sepertinya ada yang kurang dari hadiahmu, Ti” ucapku penuh harapan.
“apa?” tanya Hayati.

Aku pun menunjuk bibirku dan menggerak-gerakkan alisku. Dalam bantinku, aku benar-benar berharap dia mendaratkan lagi kecupan nikmatnya di atas bibirku.

“Nih!!”

Hayati menodongkan kepalan tangannya di depan wajahku.

“Hahaha... Habis kamu bikin aku mupeng saja.” jawabku.
“Hahahha.. itukan hadiah special dari aku, Ky. Sudah yuk kita pulang. Makanan ini kamu yang bayar, kan?”
“Iya, aku yang bayar. Thanks ya, hadiahnya sesuatu banget” ucapku sedikit tersipu.

Malam pukul 21:00 sepulang dari warung makan Nasi Uduk Ok, aku tidak langsung tidur. Sejenak aku rebahan di sofa ruang tamu. Melepas lelah yang sejak tadi hinggap di punggungku. Tapi kalau di ingat-ingat kejadian hari ini, kecupan nikmat itu sepertinya sudah membayar semua lelahku. Lelah di tubuhku mendadak sirnah saat aku membanyangkan dua kecupan di pipiku sore ini. Aku pun menyentuh dan meraba kedua pipiku dengan lembut.

“Iya, ini memang strawberry.” ucapku setelah menyentuh pipiku dan menjilat jariku.

Lagi, perasaanku dibuat melayang oleh sikapnya. Hadiah ulang tahunku kali ini benar-benar spesial. Hingga saat ini degup jantungku masih berdebar dibuatnya. Zaky Jamiluddin dan Hayati Nur Jamilah. Sedikit berdesir dalam hatiku, mungkin aku dan dirinya memanglah jodoh. Sebab namaku dan namanya memiliki kesamaan. Sama-sama memiliki unsur nama Jamil. Akupun mulai senyum-senyum sendiri, seperti baru melihat adegan lucu dalam film Sponge Bob. Akhirnya aku putuskan untuk mengatakan cinta padanya, besok.

Sudah tiga tahun aku bersamanya, sepertinya aku sudah cukup banyak mengenal dirinya. Aku pun terbangun dari rebahan santaiku. Berbegas pindah menuju kamarku dilantai dua. Ganti baju dan bersiap untuk tidur sambil membanyangkan peristiwa indah sore ini.

Sabtu pagi pukul 09:00, aku sedang asyik menggosok baju. Baju yang aku persiapkan untuk malam nanti bertemu dengan Hayati. Ngapel ke rumahnya dan menyatakan cintaku padanya. Sambil menggosok aku pun membayangkan bagaimana caranya “menembak” dirinya? Tiba-tiba aku dikagetkan dengan handphone-ku yang berdering. Ternyata itu sebuah SMS dari Hayati.

“Zaky, sore ini kamu bisa ke rumahku tidak? Aku mau tanya tugas IPA minggu lalu, sekalian kita belajar bareng. Mumpung malam minggu, nih. Heheheh.... :)”
“Iya, aku pasti datang.” jawabku singkat dalam SMS.
“Thanks, Zaky~ di tunggu, ya!”

Sore pun datang. Sepertinya motorku ngadat, si jagur tidak mau menyala. Aku coba cek beberapa bagian motorku. Tidak ada masalah, hanya saja busi motorku memang sudah terlihat kotor. Aku memutuskan pergi ke rumah Hayati dengan menaiki kereta. Rumahku dengan Hayati cukup jauh. Aku di Pasar Minggu, dia di Bogor.

Aku pun siap untuk pergi ke rumahnya mengenakan baju polo biru muda, lengkap dengan wewangian, dan tas selempang yang membalut tubuhku. Selama perjalanan, dalam gerbong kereta aku terus memikirkan cara untuk “menembak” Hayati.

Sudahlah, sepertinya aku mengatakan cintaku dengan cara biasa saja. Lagi pula aku lupa membawa benda seperti bunga, coklat ataupun perhiasan 24 karat. Aku putuskan untuk mengatakan cintaku saat tiba di stasiun Bogor nanti.

Setibanya di stasiun Bogor, aku langsung menelphone Hayati. Memintanya untuk menjemput diriku, 20 menit sudah aku menunggu. Dari kejauhan aku melihat gadis seorang melambaikan tangan ke arahku. Gadis berbaju pink dan ber-cardigan abu itu datang menghampiriku.

“Duh.. Maaf Zaky. Lama, ya?” tanya Hayati
“Lumayan.” jawabku sekenannya.
“Yasudah, yuk! Kita ke rumahku.” ajak Hayati.
“Tunggu, Ti. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” kataku pada Hayati
“Ngomong apa? Wajahmu kok terlihat tegang” kata Hayati.

Sejenak aku memang merasa tegang. Mematung dihadapannya seperti manekin di dalam lemari kaca. Aku mulai mencoba mengatur nafasku. Mulai mencoba menggerakkan tanganku dan memengang kedua bahu Hayati. Mata kita pun saling beradu, ku pandangi matanya dalam-dalam. Bibirku mulai bergerak melontarkan beberapa kata yang sejak tadi tertahan di kerongkonganku. Aku menyatakan cintaku padanya. Dan “menembak” dirinya untuk jadi pacarku. Sejenak seperti ada jeda beberapa saat. Hening. Tidak ada jawaban dari Hayati, ku lihat hanya wajahnya yang memerah.

“Jadi apa jawabanmu, Ti” tanyaku untuk memastikan.
“Aku juga suka sama kamu, tapi aku lebih nyaman kita jadi teman dan sahabatan saja.Aku hanya takut hubungan kita rusak karena pertengkatan kecil saat pacaran nanti.” jawab Hayati panjang, menjelaskan beberapa alasannya.

Aku masih merasa sedikit kecewa akan jawaban Hayati, dia belum mau menerima aku tuk jadi pacarnya. Dengan alasan-alasan yang dijelaskan Hayati mungkin dia memang lebih nyaman menganggapku sebagai sahabatnya saja. Tapi tidak denganku. Sudahlah, mungkin aku terlalu baper. Setiap kedekatanku dengannya aku mungkin aku terlalu bawa parasaan. Untuk saat ini aku coba tuk tetap menikmati statusku dengannya sebagai sahabat. Beberapa saat kemudian Hayati mengajakku ke rumahnya. Sekelibat aku melihat senyum di wajahnya, sebelum ia manarik tangan kananku.

“Hmm.. Kamu jadi kan kerumahku? Aku juga mau kenalin orang tuaku ke kamu.” ucap Hayati.

Aku hanya menjawab ajakan Hayati dengan anggukan.

Tamat. []
***
Terima kasih untuk kalian yang sudah baca sampai habis. Ini hanya fiksi, jika ada kesamaan mungkin itu hanya kebetulan. See you ~

Jumat, 19 Juni 2015

Ramadhan Itu Rajanya Bulan

Alhamdulillah tahun ini gue masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bisa menikmati bulan Ramadhan. Ternyata Tuhan masih sayang sama gue. Banyak orang yang bilang Ramadhan itu bulan keberkahan. Memang benar. Karena dalam bulan Ramadhan ada rahmat dan ampunan-Nya. Coba kalian bayangkan setiap malam di bulan Ramadhan itu ada keberkahan dan nilai palaha tersendiri. Yang gue tahu, pada 10 malam pertama bulan Ramadhan adalah malam rahmat-Nya, 10 malam kedua adalah malam ampunan-Nya, dan 10 malam terakhir adalah malam pembebabasan hamba-Nya dari api Neraka. Subhanallah. Maha Suci Tuhan. Ramadhan itu memang bulan penuh berkah.

Ramadhan itu bulannya berbagi dan kebersamaan. Menjelang bulan Ramadhan pasti banyak yang mulai mengadakan acara buka bersama -bukber. Dalam seminggu mungkin bisa lebih dari sekali undangan bukber. Bekber antar kelas, bukber angkatan, dan bukber komunitas. Bukber juga tidak hanya dilakukan dengan orang-orang yang kita kenal. Bukber dengan orang yang belum dikenal juga seru loh. Beberapa tahun lalu di bulan Ramadhan, khususnya waktu menjelang magrib, gue mendadak menjadi para pencari takjil ke masjid-masjid besar.

Waktu itu gue kalau ngabuburit pasti nyari-nyari masjid besar. Mencari takjil dan bukber bersama masyarakat masjid sekitar. Dan tanpa sadar malah suka bertemu dengan teman SMK. Berasa reunian dengan teman-teman lama. Tapi terkadang mencari takjil di masjid tidak semuanya kebagian. Akhirnya harus rela berbagi dengan mereka yang belum kebagian takjil. Tentu ini ladang amal yang luar biasa. Memberi makan kepada orang yang berpuasa Ramadhan saat waktu berbuka tiba, maka kita akan mendapatkan juga pahala orang yang berpuasa itu. Inilah Ramadahan bulannya keikhlasan dan bulannya persaudaraan antar umat muslim.

Ramadhan itu bulannya ibadah. Di bulan Ramadhan amalan ibadah yang sunah palahanya serupa ibadah wajib, dan amalan wajib pahalanya serupa 70x amalan wajib. Ibadah yang identik di bulan Ramadhan adalah puasa dan shalat tarawih. Selain 2 ibadah tersebut, membaca Al-Quran juga sangat dianjurkan pada bulan Ramadhan. Karena bulan Ramadhan adalah bulan di turunkannya Al-Quran seperti yang sudah di jelasakan pada firman Tuhan: Al-Quran surat Al-Baqarah ayah 185. Karena bulan ini adalah bulan diturunkannya Al-Quran sudah sebaiknya gue harus memperbaiki diri gue supaya bisa banyak-banyak membaca Al-Quran. Setidaknya gue harus bisa khatam Al-Quran di bulan Ramadhan ini. Sebab itu menandakan bahwa gue senang akan datangnya bulan Ramadhan dan turunnya Al-Quran di bulan suci ini. Dan Al-Quran itu diturunkan untuk dibaca. Seperti pada ayat pertama surat Al-Alaq. Iqra.

Iya. Gue pasti bisa untuk khatamkan Al-Quran di bulan suci ini. Ramadhan. Karena ini bulan suci sudah seharusnya gue banyak-banyak membaca kitab suci. Kira-kira apa kalian mau ikutan untuk khatamkan Al-Quran di bulan Ramadhan tahun ini? Sudahkan membaca Al-Quran? Yuk ditunggu jawabanya di kolom komentar!

Terakhir, selamat berpuasa Ramadhan untuk kalian yang menjalankannya.

See you~

 
Ini ada hiburan dari Abang Tompi :) 

Kamis, 18 Juni 2015

Teman Baru Di Kumpul Blogger Jabodetabek

Ngeblog. Apasih enaknya ngeblog? Wah.. Menjawab pertanyaan ini kayanya kalo gue jelaskan mungkin seperti kuliah 4 sks. Terlalu banyak enaknya. Enak yang bermanfaat tentunya. Blog merupakan karya kita di dunia maya. Karena dia adalah sebuah karya kita, kita bebas mau menampilkan karya seperti apa di sana. Contohnya menampilkan karya berupa tulisan, art, dan portopolio kerja kalian. .

Untuk kalian yang suka ngoprek template blog atau bikin-bikin design template. Kalian bisa nih memanfaatkan blog untuk mempromosikan hasil karya design template yang sudah kalian buat.

Contohnya teman baru gue. Beberapa waktu lalu notif di Whatapps gue sempat ramai oleh beberapa pertanyaan tentang design template blog.

“Ka kapan buka kelas?”
“Za, Ajarin gue Html!”
“Ajarin gue bikin web, Za!”

Teman gue yang ini memang jago dan handal dalam web designer. Dia juga adalah seorang blogger.

Reza Pratama. Pria tampan kelahiran tahun 1995 ini adalah seorang web designer handal. Pertama kali gue bertemu dia saat kumpul Blogger Jabodetabek di Ragunan 14 Juni lalu. Awalnya gue kira dia lebih tua dari gue. Tapi pas gue liat profilnya di blog dia lebih muda dari gue.

Kalau tidak salah, kabarnya kumpul Blogger Jabodetabek bulan Mei lalu, Doi yang bagi-bagi ilmu tentang template blog. Tapi sayang saat itu gue belum join di komunitas Blogger Jabodetabek. Untuk urusan Web Designer, doi paling jago. Dia juga pernah menang lomba web designer dan masuk sebagai 10 besar tingkat Nasional kotamadya DKI Jakarta.

Kalau gue lihat blognya, selain doi menmanfaatkan blognya untuk tempat curhat. Doi juga memanfaatkan blognya untuk membranding dirinya sebagai web designer. Pertama doi menggunakan alamat blognya dengan nama aslinya. www.rezapratama.com. Dan di dalam blognya juga, doi menampilkan beberapa karya template web hasil buah tangannya.

Template web hasil bikinannya selalu responsive dan terlihat clean serta elegan. Untuk lebih detailnya kalian bisa liat hasil karyanya di sini.

Hmm... mungkin segitu dulu yang bisa gue ceritakan tentang teman baru gue. Tulisan gue kali ini adalah syarat supaya Reza mau ngajarin gue tentang website. Tapi sudahlah. Semoga bermanfaat. Oh iya Reza orangnya ganteng, loh. Kalau kalian tetarik bisa tuh stalking ke blognya. Ada nomer teleponnya di sana. Hehehehe...

Kira-kira dalam minggu ini kalian punya kenalan teman baru tidak? Kalau ada coba ceritakan kenalan baru kalian di kolom komentar! Kenalin dong teman baru kalian ke gue!

Sudah, yah~ See you~~

Reza Pratama
Reza Pratama Web Designer

Senin, 15 Juni 2015

Gelang Atau Tasbih?

Al-Insaanu Mahallu al-khatha` wa al-nisyaan (Manusia itu tempatnya salah dan lupa).

Itu adalah kalimat yang gue ingat saat dengar khotbah Jumat beberapa minggu lalu. Sisanya gue tidak ingat, sebab gue ketiduran. Biasalah, soalnya hari Jumat itu, hari gue bobo siang sambil didongengkan oleh bapak ustadz. Parah bangat dah gue. Jangan ditiru, ya. Sebenarnya hari Jumat itu adalah rajanya hari, hari yang penuh berkah. Tapi mau bagaimana lagi? Keseringan saat denger khotbah Jumat gue malah ketiduran, senderan di tiang Masjid.

Sudahlah. Balik lagi ke kalimat awal. Entah itu hadist atau Ayat Al- Qur'an Al-Karim, tapi itu bener banget. 100 persen gue percaya. Sebab dalam bahasa Arab kata 'manusia' berasal dari kata nisyan kalau dalam bentuk jamaknya Al-Insaan artinya pelupa. Hehehe~ pinter ya, gue. Sebenarnya itu gue dapat dari hasil googling dan baca di republika.co.id. Tapi sudahlah, tidak apa, kan? Yang penting bermanfaat.

Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Iya, itu bener banget. Apalagi kalau manusianya itu cowo, pasti selalu salah di mata cewe.
“Mas, aku gendutan, ya?
“Gag kok. Kamu keliatan fresh. Lebih berisi.”
“Berisi? Maksudnya?”
Mau jawab jujur takut marah, terus ngambek setahun. Kalau bohong, dia pasti tahu gue bohong. Salah lagi.

Sifat lupa. Ini juga sering banget terjadi sama gue. Capek pulang kuliah langsung tidur, bangun tidur mau cek hp. Hp-nya tidak ada, tahunya ketinggalan di warteg. Sekarang lupa juga sudah menjadi alasan klasik. Alasan yang suka dijadikan pura-pura tidak tahu.
“Dar, lu kapan kelar skripsi? Kapan wisuda?"
“Hah? Itu apa, ya. Lupa gue." Gue jawab sambil lari.

Tapi yang paling kacau itu adalah lupa akan perintah Tuhan. Keasyikan nongkrong di Mall, tahu-tahu sudah jam 6. Lupa Shubuhan. Astagfirullah. Akhirnya untuk mengantisipasi itu gue beli tasbih, jadi tiap gue nongkrong selalu bawa tasbih lengkap dengan pemanis kopiah di kepala gue. Efeknya tiap liat paha di Mall, gue langsung memainkan tasbih. Beristigfar. Tapi tetap saja mata melotot liat paha. Hehehe... Pandangan pertama itu rezeki, bukan?

Nongkrong di Mall bawa-bawa tasbih pake kopiah, gue pikir-pikir, kok nora ya. Bawa tasbih sebesar gaban. Gue harus cari tasbih yang lebih trendy. Akhirnya gue beli gelang tasbih. Tasbih yang di pakai seperti gelang. Kurang tahu juga nama yang benernya, apa?

Gue beli gelang tasbih ini di Gramedia Pejaten, beberapa bulan lalu. Dan harganya lumayan. Lumayan menguras kantong. Kalau kagak salah harganya 11.000 sekian, mendekati 12.000. Gelang tabihnya lumayan besar, kalau menurut gue. Ini karena tangan gue aja kurus. Gelang tasbih kecil gini masih kegedean sama gue.

Gelang tasbih yang di jual Gramed ada dua jenis warna, coklat tua dan coklat muda. Masing-masing warna terbuat dari bahan kayu yang berbeda. Tapi bukan kayu cendana, jadi tidak wangi. Jumlah butir tasbihnya ada 34 biji, 33 biji kecil dan 1 biji besar. Tali yang menyimpul semua biji itu seperti karet, jadi bisa melar, elastis gitu. Desainnya simple, terlihat praktis dan trendy saat digunakan. Karena seperti gelang saat gue pakai, gue berasa tambah ganteng 5 %. Lumayan, meski belum bisa ngangkat.

Sudah, ya! Sebenarnya gue mau review gelang tasbih. Siapa tahu ada yang tertarik? Dan ikutan beli. Dan siapa tahu juga? Karena tulisan review ini, gue bisa dapat job review. Hahaha... #Ngarep.

Oh iya saat gue pakai gelang tasbih ini, gue rada sakit hati, sih. Waktu dikomen sama temen gue, Reyhan tompel.
“Dar, lu pake gelang?”
“Bukan ini tasbih.” Jawab gue kalem.
“Gelang, itu? Kaya alay lu, cowo bergelang.”
“Ini tasbih, biar gue ingat sama Tuhan.” Jawab gue, pelan.
Gue pun langsung tersenyum kecil, dan pergi diiringi backsound azan Shubuh.

Sok suci bgt gue. hahaha...
Terima kasih, ya. Buat kalian yang sudah baca. See you~Nih, ada gambarnya. Maaf ya, gambarnya tidak penting banget.

Gelang Tasbih
Kurus, ya. Tangan gue kelihatan tulang jarinya


Kumpul Blogger Jabodetabek. Gue yang baju hitam tuh pake gelang tasbih.

Keset Baru

Kali ini gue mau ikutan nulis tentang Keset Kusut. Sebenarnya sudah lewat deadline, tapi gakpapa. Gue memang ikut-ikutan saja sih, hanya sekedar ikut meramaikan kuisnya. Ada yang sudah tahu Keset Kusut? Itu adalah judul buku terbaru dari penerbit Bukune di tulis oleh Arie Je. Bukune ini sedang mengadakan seyembara gitu. Sayembara untuk mencari orang yang bisa menerjamahkan ilustrasi dari kover buku Kuset Kusut. Buku ini luar biasa loh. Mulai dari penulisan, ilustrasi, layout, dan sampul kover semua dikerjakan oleh penulisnya sendiri. Arie Je. Gue belum kenal dengan orangnya, tapi teman-teman kenalan baru gue sudah pada kenal dengan si penulis buku ini. Dia adalah juga seorang blogger, Nama panggilannya kalau tidak salah Jejen. Seorang pria kelahiran tahun 1993 lulusan desain grafis yang handal dalam ilustrator.

Teman-teman baru gue seperti Yoga, Hawadis, Aziz, dan berapa blogger lainnya pada ikutan sayembara yang diadakan bukune ini. Hadiahnya lumayan karen, mendapatkan buku Keset Kusut yang spesial. Lihat saja di sini.

Keren banget, yah. Katanya setiap objek pada desain kovernya punya makna cerita tersendiri. Karena menarik dan mulai jatuh cinta dengan kovernya, akhirnya gue coba ikut-ikutan bikin cerita versi gue berdasarkan kover buku Keset Kusut.

Langung saja. Cekidot.

Satu
Ini adalah beberapa kisah perjalanan hidup gue. Gue Jamil, seorang mahasiswa yang baru saja lulus dari bangku perkuliahan. Kini kesibukan gue sedang mencari pekerjaan. Mondar mandir mencari pekerjaan di tengah kejamnya ibukota. Gue yang hanya seorang mahasiswa perantau hidup lama di ibukota bersama nenek dan motor maling gue. Maaf gue bukan seorang maling, dan motor gue ini bukan hasil maling. Ini adalah motor warisan kakek gue. Model motor gue ini sempat paling hitz pada masanya. Kalian tahu motor RX-King, dulu kalau di sinetron televisi, motor yang modelnya seperi ini identik dengan seorang penjahat. Motor gue memang seperti penjahat, tapi gue hanya seorang manusia yang hidup penuh dengan cinta. Cinta dari seorang nenek yang gue sayang.

Berawal dari perjalan gue bersama si jagur -motor gue. Gue mencoba mencari kerja ke kota. Ibukota memang indah, indah dengan pemandangan gedung pencakar langitnya. Di persimpangan jalan lampu merah dekat kantor yang gue tuju, gue seakan melihat Jamilah. Gadis kota yang pernah sekelas dengan gue semasa kuliah dulu. Pemampilannya sedikit berbeda, kalau waktu kuliah rambutnya panjang banget. Jamilah selalu tampil dengan gaya rambut yang dikuncir satu, mirip seperti pendekar Cina. Tapi gadis kota ini rambutnya pendek hanya sebatas bahu, dan memakai kaca mata. Namun wajah gadis itu sama cantiknya dengan Jamilah.

Semasa kuliah dulu gue sempat punya rasa dengan Jamilah. Yang gue suka dari Jamilah adalah senyumnya. Senyumnya seperti madu. Manis. Saat tersenyum pipinya terlihat merah, seperti wanita yang sedang minta jatah malam.

Lampu rambu sudah berubah menjadi hijau, gue pun melanjutkan perjalan menuju kantor tempat gue melamar kerja. Setelah sampai di sana, gue hanya menaruh CV dan surat lamaran kerja. Dan gue disuruh datang lagi besok untuk interview dengan kepala perusahaan.

Dua
Sepulangnya gue dari melamar kerja, gue langsung pergi ke kamar dan membanting badan gue ke atas kasur kapuk yang empuk. Sejenak gue menatap langit-langit kamar, dan menaruh kedua telapak tangan gue di bawah kepala. Gue pun memejamkan kedua mata yang sejak tadi terasa lelah. Dalam gelap gue terbayang wajah gadis kota yang tadi gue lihat di persimpangan kota. Seakan memastikan bahwa gadis itu adalah Jamilah, gue mencoba lebih fokus untuk membayangkan wajahnya.

“Senyumnya, sepetinya dia memang Jamilah.” Ucap batin gue.

Gara-gara bayangan itu gue jadi teringat kenangan pahit bareng Ila -nama panggilan Jamilah. Tapi entah kenapa dulu setiap dekat dia gue merasakan suatu kenyamanan. Senyaman hangatnya pelukan nenek.

“Ila, minggu depan jalan bareng yuk?”
“Ke mana?”
“Kita makan malam di restoran sea food Mas Onno, cumi bakar di sana enak loh”
“boleh”

Ila menjawab setuju dan tersenyum. Saat Ila tersenyum nafas gue terhenti dan waktu pun terasa melambat. Sejenak gue dibuat terbang oleh senyumnya, bagaikan penyihir yang terbang dengan sapu terbangnya.

Hari yang ditentukan telah tiba, gue pun pergi ke rumah Ila. Menjemput dirinya dengan bajaj yang sudah gue sewa. Dalam perjalanan menuju rumahnya, gue bertemu dengan Ila yang baru saja turun dari motor ninja bersama seorang pria gagah berhelm hitam. Dia bersama pria itu turun dan masuk ke warung pecel lele. Awalnya gue kagak percaya, dan gue coba untuk mengintipnya dari kejauhan. Ternyata benar wanita itu adalah Ila. Sontak gue merasa kaget. Mendadak perasaan gue menjadi tidak karuan. Terasa kusut, seperti benang layangan yang tidak digulung dengan rapih.

Akhirnya gue memutuskan untuk pulang ke rumah dan menghabiskan malam itu dengan bermain gitar. Menyanyikan beberapa lagu untuk menghibur diri, namun anehnya malam itu terlihat cerah. Ada bulan dan banyak bintang yang menampakan dirinya. Entah. Mungkin bulan dan bintang itu ingin menghibur gue dengan cahaya indahnya di malam hari. Tapi tetap saja mereka tidak bisa menghibur gue. Gue sudah terlanjur kusut akan perasaan ini. Rasanya ingin saja mati dan pergi meninggalkan dunia ini. Tiba-tiba nenek gue masuk ke dalam kamar.

“Cu, kamu kenapa?”
“Tidak apa-apa? Nek.”
“Sudah, cu. Kamu jangan mikirin dia terus, kuliah saja yang benar, cepat lulus dan jadi anak yang pintar. Nanti kalau kamu sudah pintar, cewe akan datang dengan sendirinya. Lagi pula kalau itu jodoh kamu pasti akan bertemu lagi.”

Nenek gue menasehati panjang lebar, seakan dia tahu perasaan gue malam itu.

Tiga
Setelah peristiwa malam itu, gue memutuskan untuk tidak memikirkan Jamilah. Dari dalam rumah, gue pamit untuk tidak memikirkan Jamilah. Saat itu pun gue lebih fokus untuk belajar. Ada yang berbeda saat itu, biasanya gue kalau mau curhat, orang pertama yang dengar cerita gue adalah Jamilah. Sekarang tiap mau curhat, gue malah curhat ke Hamham marmut peliharaan gue. Sebelumnya dulu gue punya peliharaan ayam, tapi ayam gue sudah gue potong untuk gue jadikan menu makan malam.

Itulah kisah ingatan terakhir gue bersama Jamilah. Cewe yang gue taksir selama kuliah ternyata dia sudah punya pacar sejak dulu.

Setelah mengingat-ingat tentang kisah gue dan Ila gue pun terbangun dari kasur, berdiri dan pergi mendekati kandang Hamham. Gue lupa hari ini belum curhat sama Hamham tentang perjumpaan gue dengan gadis kota di persimpangan kota yang mirip dengan Jamilah itu. Usai curhat gue bersiap diri untuk tidur, dan mempersiapkan diri untuk besok melakukan interview.

Empat
Pagi pukul 09:00 gue mulai pergi ke kantor tempat kemarin gue menaruh lamaran kerja. Hari ini gue mau melakukan interview di kantor tersebut. Kantor yang gue tuju ini bergerak di bidang desain grafis, cocok dengan kemampuan gue. Gue yakin pasti bakal diterima di kantor tersebut. Setibanya di kantor gue naik dan pergi ke ruangan kepala perusahaan. Tanpa diduga di dalam ruangan itu gue bertemu dengan gadis yang dipersimpangan jalan waktu itu. Dengan yakin gue merasakan bahwa itu adalah Ila. Gue merasakan kenyamanan yang sama saat gue dekat dengan Ila.

“Ila.” sahut gue pelan untuk memastikan.
“Jamil!, kamu yang hari ini interview di sini? Apa kabar?”
“Iya. Aku sehat. Kamu kok ada di sini?”
“Aku kan sekertaris di kantor ini. Ayahku sebagai kepala perusahaan di sini.”

Tidak lama kemudian datang seorang pria yang gagah masuk ke dalam ruangan. Ia adalah ayahnya Ila. Kepala perusahaan di kantor itu. Setelah pria itu duduk, Ila mulai memperkenalkan gue dengan ayahnya sambil menyerahkan map yang sejak tadi Ila bawa. Gue pun dipersilahkan oleh Ila duduk berhadapan dengan ayahnya, dan Ila berdiri di samping kanan ayahnya.

“Ayah ini pelamar baru kita, dia yang hari ini akan di interview.

Ayahnya lalu membuka map, dan di dalam map itu ada CV gue.

“Jamil. Kamu Jamil teman kuliahnya Ila? Tanya ayahnya Ila.
“Iya, pak.” Jawab gue sambil menganguk.
“Kamu kenapa melamar kerja di sini? Kenapa tidak melamar Ila sekalian?”

Sontak aku terkejut, kenapa ayahnya bicara seperti itu? Sekilas gue lihat wajah Ila tersipu malu. Dan pipinya memerah.

“Kamu tahu Jamil, dulu Ila sering sekali cerita ke om dan tante tentang dirimu. Dia suka sekali sama kamu. Katanya kamu itu adalah jodohnya. Ila yakin sekali. Tapi Ila tidak berani bilang ke kamu”

Panjang lebar ayahnya menjelaskan tentang curhatan-curhatan Ila. Sampai akhirnya gue baru tahu bahwa pria gagah berhelm hitam waktu itu yang masuk bareng Ila ke warung pecel lele adalah ayahnya. Setelah mendengar semua cerita ayahnya, perasaan gue menjadi kusut kembali. Tapi kusut kali ini berberda. Kusut yang membahagiakan. Ternyata Ila dan keluarganya sudah welcome banget sama gue.

Akhirnya setelah lamaran saat itu hubungan gue dengan Ila terjalin kembali. Sepertinya dalam waktu dekat ini gue mau melamar Ila. Melamar untuk menjadi istri gue. Tamat []

Keset Kusut
Cover buku Keset Kusut
***

Bagaimana? Itu adalah cerita versi gue yang terinspirasi dari cover Keset Kusut. Aneh, ya? Tapi biarlah. Kira-kira kalian punya cerita apa dari gambar kover buku Keset Kusut ini? Ayo ceritaken di kolom komentar di bawah!

Jumat, 05 Juni 2015

Masuk Angin

Alhamdulillah. Segala Puji Bagi Tuhan, hari ini gue sedang sakit. Padahal tadi pagi gue sehat. Cuman memang tadi pagi gue sarapan dikit, terus siangnya tidak makan. Dan akhirnya malam harinya gue tumbang. Gue lemah, ya. Baru makan sedikit dan telat makan sudah sakit.

Gue cuma mual-mual saja, sih. Paling ini hanya masuk angin, sebab karena siang tadi kondisi gue lapar terus tidak makan dan malah asyik mondar-mandir di Gramed yang ruangannya dingin. Sudah perut lapar bukannya makan malah asyik baca-baca buku diruangan ber-AC. Sadar-sadar waktu sudah pukul 5 sore. Karena waktu sudah sore akhirnya gue pulang dan mampir beli jajanan somay. Gue makan tuh jajanan somay seharga 10 ribu, tapi lapar gue tidak hilang. Dan gue berniat untuk makan malam di warteg deket rumah. Setibanya di warteg gue mulai malas untuk makan. Tapi tetap gue paksa diri untuk makan daripada nanti sakit, pikir gue saat itu.

Gue pun memesan makanan. Tapi setelah gue makan, makanan gue tidak habis. Mulut dan perut sudah mulai menolak makanan untuk masuk. Sepertinya ini sudah tanda-tanda bakal sakit. Akhirnya gue membayar makanan itu meski tidak habis. Dan gue melanjutkan perjalanan menuju rumah. Setibanya di rumah, gue istirahat sebetar dan kepala gue udah mulai pusing. Perut mual-mual, mau muntah tapi tidak bisa. Benar ini, gue sakit. Mudah-mudahan ini cuma masuk angin saja.

Gue jadi inget, katanya kalau orang sedang sakit itu ada kemungkinan bahwa orang tersebut dosanya sedang dihapus. Atau sedang diuji oleh Tuhan agar derajatnya dinaikan. Semoga dengan sakitnya gue (meski cuma masuk angin), ini sebagai ujian untuk gue dan dosa gue diampuni oleh Tuhan. Amin... hehehehe....

Kamis, 04 Juni 2015

Bangun Tidur

Hari ini gue bangun pagi jam 12:00. Maaf itu bukan pagi lagi, ya. :( Tapi itu sudah siang. Perilaku ini jangan dicontoh, ya. Kalian tahu bahwa memang benar kata orang dulu. Kalau suka bangun siang nanti rejeki dipatok ayam. Dan hari ini gue berasa rejeki gue telah dipatok ayam. Gara-gara gue bangun tidur di waktu siang.

Sebenarnya gue sudah bangun jam 04:30. Tapi seusai shalat subuh gue melajutkan tidur lagi, dan bangun-bangun jam 12:00. Bangun siang itu ternyata merugikan. Gue merasa rugi banget, sebab jatah waktu di pagi hari dilalui begitu saja dengan tidur. Seharusnya di pagi hari itu gue bisa melakukan hal bermanfaat seperti olah raga, nyuci baju, bantu-bantu nyokap belanja atau bebenah rumah dan hal bermanfaat lainnya. Itulah seharusnya rejeki gue di pagi hari, melakukan hal-hal bermanfaat dan bernilai positif. Namun sayang rejeki itu hilang dipatok ayam. Dan yang paling terasa hilangnya itu rejeki sarapan pagi gue. Sarapan pagi gue sudah dipatok ayam. Gara-gara bangun siang, pagi ini gue tidak sarapan. Bangun-bangun perut lapar.

Sebenarnya bukan tanpa alasan gue bangun dari tidur jam 12:00 siang. Dua hari sebelumnya gue lembur, bekerja sebagai relawan. Relawan pemeriksa hasil lembar jawaban 1000 lebih calon pelajar di pondok. Dan relawan kuli bersih-bersih pondok seluas empat lantai. Alhasil karena itu gue merasa cepek saja, dan berujung pada balas dendam untuk tidur panjang.

Jadi kesimpulannnya bangun pagi itu lebih nikmat. Sebab banyak manfaatnya, seperti bisa menjadwalkan diri untuk berolahraga, rutinitas hariannya bisa lebih direncanakan, lebih proaktif karena waktu di hari tersebut terasa lebih panjang. Dan yang paling nikmat itu adalah menghirup bau embun pagi hari yang khas, terasa begitu segar.

Sepertinya sudah cukup tulisan kalia ini. Maaf , lagi-lagi gue nulis hal yang kurang. Tapi terima kasih untuk kalian yang sudah baca. Kira-kira menurut kalian lebih nikmat bangun pagi apa siang?

Rabu, 03 Juni 2015

Selamat Malam

Hidup itu memang seperti roda, ya. Kadang berada di atas, kadang di bawah. Baru saja kemarin gue merasa hidup enak. Sekarang untuk makan nikmat saja harus kerja keras jadi kuli bangunan.

Awalnya gue menyanggupi untuk bersih-bersih pondok. Karena yang gue pikir paling bersih-bersih cuma sekedar sapu dan pel lantai. Akhirnya hari ini terpilihlah 12 orang relawan untuk ikut ustadz bersih-bersih pondok, salah satunya adalah gue.

Dan setelah sampai di sana kita memang bersih-bersih. Bersih-bersih pondok dari lantai satu sampai lantai empat. Dari pagi hari sampai siang hari. Setelah selesai pembersihan, lalu makan siang. Makan siang dengan nasi bungkus dan telor ceplok. Maha Suci Tuhan. Memang makan siang hari ini kurang sebanding dengan lelah dan capek yang diterima. Tapi sudahlah, gue harus tetap bersyukur.

Berbeda dengan kemarin. Gue kerjanya cuma duduk meriksa lembar jawaban, dan mendapat jatah makan dengan PHD.

Sudah ya. Gue capek, hari ini terasa sekali pegal-pegal badannya. Maaf ini cuma tulisan asal tak karuan. bye..

Selasa, 02 Juni 2015

Mengenang Ramadhan Tahun Lalu

Tidak terasa sebentar lagi menjelang bulan Ramadhan. Hari ini sudah pertengahan bulan Sya'ban. Di Indonesia sendiri, pada pertengahan bulan Sya,ban atau tanggal 15 Sya'ban biasanya suka ada istilah Malam Nisfu Sya'ban. Pantas saja kemarin siang di Jakarta panasnya tidak terik seperti biasanya, melainkan teduh tidak mendung juga. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan keberkahan dari Nisfu Sya'ban. Maha Suci Tuhan.

Malam Nisfu Sya'ban dikenal juga dengan nama Laylatul Bara'ah yang artinya malam pengampunan dosa. Malam tutup buku amalan dan buka buku baru amalan. Makanya tidak sedikit kemarin ada beberapa notif di WhatsApp gue yang meminta maaf pada malam itu. Karena ingin buku amalan mereka bersih dari tanggungan hutang akan hak orang lain yang mungkin pernah mereka rebut.

Tepat kemarin malam gue bersama teman-teman ikut merayakan malam ini. Merayakan dengan beberapa amalan yang luar biasa. Iya luar biasa. Luar biasa banyak jumlahnya, dan tentu luar biasa pahalanya. Sebenarnya gue agak kesal dengan diri gue. Gue tidak mampu menyelesaikan amalan ibadah pada malam itu. Ternyata gue masih besar nafsunya. Gue lemah. Sudah bulan Rajab berlalu, kini Sya'ban pun demikian. :(

Gue ingat hadist Rasulullah SAW, kurang lebih seperti ini artinya : Bulan Rajab adalah bulannya Tuhan, bulan Sya'ban adalah bulanku (Rasulullah SAW), dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku. Jadi sudah seharusnya di tiga bulan tesebut gue harus lebih memperbaiki ibadah. Minimal bulan Rajab banyak-banyak istigfar, bulan syaban banyak-banyak sholawat, dan bulan Ramadhan nanti banyak-banyak baca Al-Quran Al-Karim. Tapi bulan Rajab dan sampai pertengahan Sya'ban ini gue masih saja maksiat.

Sekarang tinggal beberapa minggu lagi meninggalkan Sya'ban dan menuju Ramadhan. Gue harus memperkuat sabuk pengaman ini, biar lebih giat dalam beramal. Sebenarnya beramal atau beribadah bisa dilakukan setiap saat. Namun pada tiga bulan ini (Rajab, Sya''ban, dan Ramadhan), niscaya amalan dan ibadah yang dikerjakan pasti dilipat gandakan sebanyak-banyaknya oleh Tuhan.

Sudahlah, mungkin Rajab dan pertengahan Sya'ban ini gue lalui dengan ada minus-nya. Tapi nanti di bulan Ramadhan, Insya Allah gue mencoba lebih giat lagi. Gue jadi ingat Ramadhan tahun lalu. Di Ramadhan tahun lalu gue ikutan itikaf pertama. Bermalam di masjid selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Melakukan ibadah dari pagi sampai pagi lagi. Sepertinya gue kangen suasana itu. Memberatkan, gue rasa tidak. Karena di dalam masjid gue dan orang-orang lainnya bersama-sama berjuang untuk mendapatkan keberkahan Lailatul Qadar. Kata band Gigi Lailatul Qadar adalah malam seribu bulan, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Mungkin yang terdengar sedih pada Ramadhan tahu lalu adalah gue tidak bisa pulang kampung bertemu orang tua dan sanak saudara. Iya, akhirnya gue hanya bisa berbicara lewat telepon dengan mereka. Gue gag bisa pulang kampung karena sehari setelah Lebaran Idul Fitri ada urusan lain yang harus gue kerjakan. Sedih, biarlah. Yang penting 10 hari terakhir di Ramadhan tahun lalu gue bisa berduaan dengan Tuhan.

Kira-kira itu sedikit cerita gue tentang Ramadhan tahun lalu, kalau kalian bagaimana? Ayo ceritakan Ramadhan tahun lalu kalian di kolom komentar! See.. you.. Sampai bertemu ditulisan gue selanjutnya.

Senin, 01 Juni 2015

Catatan Untuk Diriku

Ini berawal dari voice note teman baru gue. Yoga. Di dalam voice note-nya, doi kasih nasihat dan amalan gitu. Nasihat bahwa mendapatkan ide untuk bisa menulis, khususnya menulis di blog tidaklah sulit, menurutnya. Gue setuju sekali dengan pendapatnya, kita ini adalah manusia yang diberikan bekal oleh Tuhan berupa otak, akal. Otak dan akal ini yang merupakan senjata utama kita -manusia- untuk mau berpikir. Berpikir untuk bisa mendapatkan ide.

Doi juga menggunakan quote, “bahwa selama kita masih hidup di dunia, kita tidak akan kehabisan suatu ide”. Katanya sih itu quote-nya Tiwi. Iya perkataan Tiwi itu benar. Selama kita masih hidup, tentu otak kita masih aktif , masih bisa digunakan. Jadi kalau kita mau berpikir tentu ide akan muncul, kecuali kita tidak mau berpikir. Tapi apakah memang ada orang yang tidak berpikir?

Voice note Yoga waktu itu Insya Allah cukup memberikan energi semangat untuk menulis. Sebelumnya gue juga pernah merasakan semangat menulis yang sama. Saat jumlah pengunjung blog gue ini mencapai 1000 visitor. Senang banget gue, rasanya gue mau menulis setiap hari. Besemangat banget, seakan api semangat itu mendidihkan darah yang ada di tubuh gue, Lalu mengalir dengan deras dan cepat, seperti air terjun Niagara. Saat itu tulisan gue yang cukup banyak pembacanya adalah tulisan tentang cerpen, dan fabel. Akhirnya gue coba untuk lebih banyak lagi menulis cerpen. Gue pengen blog ini punya ciri khas, punya niche. Dan gue putuskan blog ini akan punya niche kumpulan cerpen gue. Tapi tiba-tiba gue malah jadi ribet sendiri. Mikirin ini itu saat menulis cerpen. Dan akhirnya blog gue jadi sepi tulisan baru.

Kembali lagi ke semangat menulis, semangat ini juga tidak hanya datang dari Yoga. Tapi juga datang dari notif whatapp di sebuah grup komunitas blogger. Isi pesannya itu adalah surat tantangan untuk menulis selama satu bulan full, dari awal bulan Juni 2015 sampai akhir bulan Juni 2015. Menulis random, menulis setiap hari, dan menulis sebanyak-banyaknya. Di pesan whatapp itu juga ada link rujukannya, setelah gue baca tulisannya. Ternyata menarik juga. Tujuan ajakan ini simple, supaya kebiasaan menulis itu menjadi hal yang rutin kita lakukan setiap hari. Dan akhirnya gue tertarik untuk ikutan #NulisRandom2015.

Mungkin memang benar ketakukan kita akan menulis itu, karena takut tulisan kita dianggap tidak inspiratif, bodoh, jelek, dan sebagainya. Tapi bukankan jika rajin menulis lambat laun tulisan kita juga akan menjadi lebih baik, tentu ini harus diimbangi dengan membaca. Karena secara tidak sadar saat membaca akan ada kosakata baru yang didapat, dan juga belajar cara penulisan yang baik. Dan harapan gue, semoga dengan ikutan #NulisRandom2015 ini menjadi suatu kebaikan serta bermanfaat, khususnya untuk gue pribadi.

Sepertinya ini sudah cukup. Akhir kata hanya ingin mengingatkan, khususnya untuk diri gue sendiri. Hal yang terpenting dari menulis itu adalah keberanian untuk menulis. Menulis hanya bisa diselami lewat mengalami (Dee, 2011). Memang ada beberapa orang yang terlahir dengan bakat menulis. Tapi itu bukan alasan untuk tidak menulis. Menulis bukan bakatku, tidak. Ingat ucapan Thomas Alva Edison: 1 persen bakat, 99 persen kerja keras. Ini bukan perihal bakat, siapa saja bisa menulis. Yang bekerja keras pasti akan mendapatkan buahnya. Bakat mamang berperan, tapi kerja keras juga memiliki peran yang cukup besar.

Yuk, beranikan diri untuk menulis. Dan mari ikut meramaikan #NulisRandom2015. Menulis apapun, menulis setiap hari. See.. you...

#NulisRandom2015
Klik gambarnya!