Senin, 19 Oktober 2015

Sok Sibuk

Mantap. Iya mantap. Sudah dua minggu gue nggak update pos blog. Terakhir itu tulisan di awal bulan ini tentang Lebaran Kurban. Itu juga tulisan nunggak dua minggu sebelumnya. Apa secara nggak sadar gue update blog setiap dua minggu kali, ya? Sedih banget. Setiap dua minggu satu pos. Kan, kasihan pembaca setia blog ini pasti sangat menanti nanti tulisan masterpiece gue. Terus pasti mereka selama selama dua minggu menanti bakalan gabut dan gegana (gelisah, galau, merana). *Ok ngaco, gue kepedeean.

Setelah melewati hari minggu tanggal empat kemarin, gue berencana mau ngerjain tugas akhir gue. Skripsi. Iya, gue sedang menjalankan tugas akhir kepenulisan membuat skripsi. Sudah telat satu semester gue lulus. Sekarang gue sudah semeser sembilan. Tua, ya. Tapi, banyak yang nggak percaya kalau gue sudah semester sembilan. Secara gitu wajah gue awet muda. Baby face banget.

Saat itu, gue lagi sadar-sadarnya mau ngerjain skripsi. Mulai baca-baca bahan yang perlu dicari dan bolak-balik ke sekolahan lagi. Namun, tiba-tiba guru tempat PPL/PKM dan tempat penelitian itu minta tolong ke gue buat bantuin edit dan rapihin buku paket pelajaran yang sedang ia buat. Awalnya dia sms menanyakan apakah besok gue ke sekolahan. Karena gue masih ada beberapa penelitian, tentu gue masih ke sekolahan itu lagi. Pikir gue tidak ada salahnya bantu-bantu dikit paling cuma beberapa lembar doang yang gue bantu. Dan zeger ternyata gue harus merapikan dua buku paket tiga ratus halaman. Sedikit, sih. Tapi, ini menambah kerjaan lagi. Gue harus membagi waktu. Belum lagi masalahnya adalah di netbook gue. Netbook gue ini nggak pakai OS Windows dan nggak ada Microsoft Wordnya. Jadi, kalau ngerjain buku paket itu gue harus pinjam netbook teman gue yang sedang tidak dipakai.

Karena cuma dikasih waktu dua hari pengerjaan, fokus gue langsung berganti untuk mengerjakan tugas baru gue. Gue mulai dari cari netbook pinjaman, mohon-mohon ke teman, dan akhirnya dapat. Selama dua hari pengerjaan gue nggak kemana-mana. Tapi, gue masih ingat sama mandi. Mandi gue masih tetap dua kali sehari, Makan juga masih terjaga polanya. Setelah dua hari pengerjaan akhirnya selesai juga. Gue kirim tugas itu ke gurunya.

Dan gue memulai melanjutkan ngerjain tugas akhir. Ternyata masih ada data yang belum gue dapat. Gue harus melakukan wawancara kepala sekolah tempat gue melaksanakan penelitian. Baru lepas dari tugas pengerjaan dua buku itu, ternyata guruya masih butuh bantuan gue. Menambahan beberapa hal yang perlu ditambahkan. Sebenarnya gue mau nolak kasih bantuan. Tapi, gue nggak enak bilangnya. Dan nggak berani juga.

***

Terlalu baik dan bodoh itu beda tipis, ya. Jauh di semester sebelumnya saat gue masih PKM bersama teman-teman di sekolah ini, gue bela-belain ngerjain tugas membuat laporan PKM yang seharusnya berkelompok gue malah menanggung pembuatan laporan sendirian. Iya sendirian. Teman-teman gue yang lain sedang kerepotan melaksanakan penelitian. Kebetulan secara acak mereka, teman teman gue, terpilih dalam tim penelitian. Penelitian yang mereka gunakan juga untuk skripsinya.

Karena teman gue ini lagi repot, entah apa yang ada di kepala gue, gue sok banget bikin sendirian pelaporan kelompok PKM. Tidak sepenuhnya sendirian, sih. Teman yang lain menambahkan beberapa hal yang perlu ditambahkan. Memang hasilnya tidak maksimal. Tapi setidaknya kelompok PKM gue bisa mengerjakan pelaporan tepat waktu.

Di semester selanjutnya setelah PKM berlalu dan teman gue itu pada lulus. Gue mulai melanjutkan ngerjain tugas akhir. Dan lagi. Gue mendapat job lain. Gue harus membantu kakak tingkat gue untuk merevisi skripsinya. Karena ini perintah dosen untuk gue membantu kakak tingkat itu. Beberapa minggu gue bantu mengerjakan, sampai akhrinya gue sakit. Hahahaha. Ngerjain revisian doang sampai sakit gue. Lemah. Dan kacaunya semangat gue mengilang untuk mengerjakan skripsi gue sendiri. Parah banget gue. :(

***

Hmm. Sebenarnya cerita di atas bukan sepenuhnya alesan gue sibuk sana sini tidak mengerjakan skripsi. Tapi, karena kurangnya rasa disiplin gue untuk mengerjakan skripsi. Seharusnya gue bisa membagi waktu. Waktu gue untuk ngerjain skripsi, waktu berleha-leha, waktu pengerjaan bantu sana-sini, waktu untuk keluarga, teman, dll.

Sudah, ah. Bahas skripsi, gue mulai baper. Dan tulisannya juga kali ini loncat sana sini. Tapi, biarin yang penting gue update blog. :p

Jumat, 02 Oktober 2015

Lebaran Kurban

Hallo. Gue mau cerita sedikit peristiwa yang terjadi sekitar dua Minggu lalu. Hmm. Tepatnya, pasca hilangnya ATM waktu ini. Cerita kali ini adalah pengalaman gue menjadi panitia-panitiaan Lebaran Qurban. Kebetulan juga di blog gue belum ada cerita tentang Lebaran Qurban. Baiklah. Jadi, begini ceritanya.

Sruput.. (*nyedot kupi di pagi hari)

Setelah gue makan es krim sore hari di Mall, malam harinya gue langsung berasa kedinginan. Malam sekitar jam satu malam, gue kebangun dari tidur. Ternyata malam itu gue tidur tepat berhadapan sama AC tanpa pakai selimut dan tanpa bantal juga. Alhasil gue kebangun dalam keadaan kedinginan dan pegal leher. Gue mulai berganti mencari posisi dan tempat tidur lain. Hmm. Kenapa Acnya nggak lu matiin saja, Dar? Terus tidur pakai selimut dan bantal. Gue nggak enak sama teman-teman cowo gue. Iya, gue tidur sama cowo. Gue nggak homo, ya. Percaya, deh. Jadi, gue ini tinggal di asrama. Kadang kalau kami lagi malas tidur di ruang tidur, kami lebih memilih tidur di ruang belajar dan tidur di bawah ac ruang belajar. Kalau acnya gue matiin kasian teman-teman gue pada kepanasan.

Gue yang mulai kebangun jam satu itu, mulai mencari pojok-pojok ruang belajar yang jauh dari AC. Gue males pindah ke ruang tidur. Ruang tidur itu jauh lebih dingin daripada ruang belajar. Dan kalau pun pindah pasti sudah kehabisan selimut dan bantal. Tingal di asrama memang gini. Slogan “satu untuk semua dan semua untuk satu” sangat berlaku bingits. Jatah bantal dan selimut untuk satu orang satu, tetap saja pasti ada yang memakai lebih dari satu bantal dan selimut. Gue juga sering begitu. Pakai lebih dari satu bantal dan selimut. Hohohoho.

Setelah dapat pojok tidur yang gue rasa nyaman, gue melanjutkan tidur kembali. Belum ada satu jam kayanya, gue sudah kebangun lagi. Kali ini badan gue mulai berasa panas-panas deman. Sampai akhirnya gue paksain tidur. Dan tara, pagi-paginya gue sudah deman dan flu. Bersin-bersin, badan anget, ingus meler dan kepala pusing.

Minggu pagi itu, gue males ngapa-ngapain. Bawaannya cuma mau tidur dan selimutan. Karena, gue nggak mau kondisi ini makin parah, gue paksaain buat sarapan biar perut nggak kosong. Siap sarapan gue pergi ke ruang tidur. Mau melanjutkan tidur. Gue pikir ini mungkin karena gue tidur di bawah AC dan gagara kebangun tengah malam juga. Jadi, kalau dibawa tidur lagi mungkin nanti pas bangun langsung segar kembali. Tiba-tiba baru mau memejamkan mata, pikiran gue mendadak keingetan sama nyokap dan keluarga di rumah. Gue kangen suasana rumah. Mau pulang tapi ada daya, gue lagi kurang fit. Dalam kondisi seperti ini, gue cuma tidur-tiduran di asrama.

Singkat cerita gue memutuskan buat minum obat warung. Namun, sampai beberapa hari ke depan dan besoknya lebaran qurban sakit gue tak kunjung membaik. Entah dosis obatnya yang kurang atau obat-obatan sudah nggak shhanggup meredakan sakit gue. Isi kepala gue mulai membanyangan peristiwa-peristiwa aneh. Mulai dari dosa dan hutang yang belum gue tebus, sakaratul maut, dan kuburan. Benar-benar kacau. Tapi, gue jadi ingat kalau benar ini cuma flu mungkin seminggu setelah ini gue akan sehat kembali.

Masalahnya besok adalah lebaran qurban. Gue yang sebagai panitia inti (pret) nggak boleh sakit dan harus bisa bantu-bantu kepanitiaan qurban di asrama. Dan alhamdulillah suatu keajaiban tiba. Besok paginya gue sudah ngerasa badan ini baikan. Gue pun melakukan persiapan lepas salat hari raya. Mulai pakai baju kepanitiaan, brefing tugas, dan stanby di tempat pemotongan. Tahun ini gue bertugas sebagai pembersihan darah. Tugasnya itu adalah nyerokin, sapu dan sikatin lantai halaman dari darah-darah yang keluar dari lubang. Dan menggiring masuk darah itu ke dalam lubang jagal.

Satu potong, dua potong, dan beberapa potong lainnya sapi sudah ditumbangkan. Menjelang siang, gue dan beberapa yang lainnya plus kang jagalnya mulai cape. Selain cape karena tugas inti, cape juga karena ikut menumbangkan sapi yang berdiri lagi saat sudah dipotong. Iya, entah itu sapi yang keberapa. Saat sudah di potong lehernya, sapi itu menggelepar dan meronta-ronta. Dan akhirnya itu sapi berdiri lagi. Mampus. Gue ketakutan. Sapi itu lari-lari kecil tawaf mengelilingi tiang pasaknya.

“Woy, tumbangin lagi itu sapi. Kayanya itu nadinya belum tepotong sampai putus,” ucap Abi Turki yang sebenarnya gue juga nggak tahu dia bilang apa. Tapi, kurang lebih mungkin seperti itu. Gue dan teman gue mulai menjebak itu sapi menarik talinya dan melilitkannya ke tiang dan kaki sapi itu. Kini, tinggal kang jagal yang merobohkan sapi zombie itu. Akhirnya sapi itu tumbang.

“Dar, tarik tu sapi,” suruh Fatih ke gue.
“Iya jangan gue sendiri keles. Pan ada kang jagalnya,” ucap gue menolak.
“Kelamaan. Mending kita yang tarik. Toh, kang jagalnya lagi giring sapi lainnya ke sini. Dan yang lain lagi pada sibuk ngulitin sapi, tuh,” kata Fatih menjelaskan.

Dan akhirnya kita berdua gegayaan narik-narik sapi mindahin ke tempat pengulitan.

“Tih, tarik sapinya,” jerit gue.
“Ini gue bantu narik,”kata Fatih.
“Apaan. Lu cuma narik narik baju gue doang. Lu tarik ini tambangnya atau kepalanya, atau ekornya. Lu dorong dari pantatnya, gue yang narik,” kata gue yang mulai cape.

Satu dua detik, dan beberapa detik berlalu, kita masih narik-narik itu sapi. Kampretnya kita sudah kecapean, sapi tumbang itu masih berada di tempat semula. Tidak bergerak sama sekali. Ini sapi sudah mati saja masih menyusahkan. Sungguh memalukan. Kita sebagai pemuda tanggung tidak shhanggup narik sapi, padahal sudah ditarik dengan dua orang. Kita pemuda tangguh sudah kandung malu dan mulai menyerah. Selang beberapa saat, kemudian datang Abi Rizki datang dan bantu kita narik sapi. Dan akhinya sapinya tertarik dan berhasil dipindahkan ke tempat pengulitan.

Siap memindahkan sapi nyusahin itu, gue mulai ketugas awalnya. Menjelang pemotongan sapi yang ke tujuh puluh, liang lubang darahnya mulai penuh. Sempat behenti beberapa saat ngecek lubang darah. Karena kelamaan ngecek, gue menyemplukan tangan gue sedalam siku ke dalam genangan darah di liang lubang. Dalam kondisi, tingkat kemachoan gue bertambah sepuluh persen. Hohohoho. Gue sedikit berani memandikan tangan gue ke dalam darah-darah sapi. Setelah gue ubek-ubek itu lubang, ternyata saluran pipanya mampet. Darah-darah sapi sudah pada menggupal menjadi seperti agar-agar merah. Setelah disodok sodok pakai anu yang panjang dan berambut dibagian pangkal, maksud gue sapu ijuk, ya. Akhirnya pipanya lancar kembali mengalirkan darah dilubang ke saluran yang sudah disiapkan.

Hari sudah menjelang sore, akhirnya pelaksanaan kurban plus pembagian daging kurban selesai juga di pukul tiga sore. Siap itu kami semua mulai melakukan pembersihan besar besaran. Membersihkan halaman asrama, terpal, dan dinding pagar yang terkena cipratan darah.

Sudah, ah. Ceritanya sudah kepanjangan. Kalau lama-lama nanti keenakan. See you ~
Itu gue di kiri foto yang lagi asyik serok-serok darah
Keceriaan di Hari Lebaran Kurban