Rabu, 30 September 2015

Hari Minggu Terakhir di Bulan September

Setelah lihat-lihat dan baca ulasan dari Yoga tentang kegiatan hari Minggu 27 September 2015 lalu, gue juga mau ngikut ceritain kegitan yang sama. Tapi, dalam versi gue. Hohohohoh. Semoga kalian nggak bosen bacanya. Heheheheh. Iya, hitung-hitung gue update tulisan di blog gue. :p Bodo amat. Suka-suka gue. Blog blog gue mau apa lu? Uweek. :p

Sudah hampir dua bulan, gue tidak bersua bersama teman-teman Blogger Jabodetabok. Bulan Agustus kemarin kami tidak kumpul-kumpul sama sekali. Kami sudah melanggar peraturan nomer seribu untuk bisa kumpul bareng tiap bulannya. Minimal satu kali dalam sebulan. Sampai akhirnya memasuki penghujung bulan September. Di Jakarta, seperti bulan lainnya, bulan September ini banyak event untuk para blogger. Beberapa teman Blogger Jabodetabok sudah pada kumpul-kumpul. Tapi, gue nggak ikut. Selain sibuk (preet), juga karena gue nggak dapat undangan eventnya. Sedih. Maklumlah masih blogger amatiran.

Bulan September ini niat awal kumpul tadinya mau di daerah Puncak. Tapi, malah nggak ada kelanjutannya. Yaudin, sampai akhirnya Yoga iseng doang ngajakin kita kumpul di acara Hari Komunitas Nasional yang laksanakan di Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. Meski yang respon sedikit tapi, tetap kita usahakan ketemuan. Hitung-hitung melepas penat akan hiruk pikuknya Ibukota bisa bertemu teman-teman jauh dan ngobrol berbagi cerita itu sudah sebuah kenikmatan dan keindahan tersediri. Melepas kangen serta rindu yang sudah membuncah dalam jiwa yang tak terbendung.

Lanjut kecerita. Awal janjian, gue minta untuk meet point jam 10 di St.Manggarai. Empat orang itu termasuk gue (Nurul, Karin, Yoga, dan gue) mengiyakan untuk meet point tersebut. Sampai akhirnya Nurul mulai bawel gitu di grup. Seakan dia galau mau pergi. Padahal satu jam lagi sudah mau jam 10. Gue juga salah, sih, jam sembilan masih di rumah. Tapi, kan, rumah gue dekat dengan st.Manggarai. Bahkan yang lain yang rumahnya jauh (Nurul, Karin, Yoga), mereka semua juga belum berangkat. Kampret. Batin gue ngedumel.

Pukul 09:15, gue akhirnya berangkat dari rumah. Karena belum sarapan gue mampir dulu beli jus alpukat dan makan bubur ayam. Hohohoho. Dan lagi-lagi di grup mulai pada bertanya-tanya. Gue iseng saja kirim gambar st.Manggarai, sambil bilang ini st.Manggarai. Padahal gue lagi nikmat-nikmatnya makan bubur ayam.

“Bang Dar, sudah di Manggarai,” tanya Nurul dalam grup.
Belum, ini gue baru otw. Hohohohoh. Kalau pada nggak jadi bilang, ya,” balas gue.

Sampai di Manggarai. Dari keempat orang itu, gue orang pertama yang sampai di Manggarai. Dan yang lain baru pada berangkat. Satu jam menunggu sambil di temanin SMS dengan Wulan, grup WA mulai ramai kembali. Tenyata Nurul, Karin, dan Yoga, secara kebetulan mereka naik satu kereta yang sama. Kereta yang pemberhentian terakhirnya di Depok. Dan supaya mereka nggak naik turun, gue diminta untuk naik kereta yang mereka naiki saat itu. Toh, st.Tebet itu satu jalur dengan kereta ke st.Depok. Lepas membaca pesan itu gue langsung buru-buru lari naik dan masuk ke kereta jalur enam. Kereta pemberhentian Bogor yang melewati Depok. Namun, ternyata kereta mereka masih belum sampai ke Maggarai. Dan kereta mereka masih berada di satu kereta di belakang kereta yang gue naiki di jalur enam. Baru mau turun biar bisa bareng dengan mereka, eh, kereta jalur enam yang gue naiki sudah terlanjur jalan. Yaudin, akhirnya meet pointnya di st.Tebet saja.

***

Setelah kumpul di st.Tebet dan keluar dari stasiun, kami langsung naik mikrolet biru muda nomer 44. Di dalam mikrolet mulai ngobrol-ngobrol sedikit tentang kegiatan sebulan dan seminggu terakhir. Bahas tentang lomba blog dan fotografi lewat hp. “Bilang ke supir turun di Mall Kokas, Dar,” pinta Yoga ke gue. Karena gue jaim nggak mau ngobrol sama kang supirnya, gue langsung tanya sama Nuri yang hari sebelumnya sudah pernah ke sana.

“Ini katanya di sebelah kanan. Gedung kaca biru,” balas gue ke Yoga sambil nunjukin layar hp. Niatnya mau pamer hp baru gue. Hohohohoh.
“Sebelah kanan mana? Patokannya apa?” tanya Yoga lagi.
“Itu sebelah situ ada tulisannya kelihatan,” sambung Karim sambil nunjuk ke arah depan mobil.

***

Sertibanya di tempat, gue kira ini sejenis kantor ternyata ini mall. Hohohoho. Norak banget gue, nggak bisa bedain mana mall dan kantor. Pas masuk kedalam berasa banget ini mall gede banget. Kalau ditinggal sendiri di dalam, gue juga bakal nyasar nggak bisa pulang.

Setelah mendapat informasi dari Nuri, kami disuruh naik ke lantai dua. Tanpa pikir, kami langsung cari eskalator dan menuju lantai dua. Sampai di lantai dua kami malah binggung. Ini dimana, ya? Kenapa masuk ke Galeri ATM? Mana tempat acaranya? Entah lupa atau karena tidak tahu. Setelah keliling-keliling di lantai dua, akhirnya kita bertanya kepada pak security. Setelah mendapat pentunjuk, arahan, dan instruksi dari pak security, kami langsung pergi ke lantai tiga.

Lepas keluar dari eskalator yang mengantarkan kami ke lantai tiga, kami di hadapkan pada sebuah ruang. Ruang yang di hampiri oleh banyak orang-orang mall yang berbondong-bondong menuju ke dalam tempat itu. Kami berpikir kalau di dalam sana acara HKN itu digelar. Begitu saat di depan ruangan itu dan di periksa petugas, tiba-tiba kami tidak diizinkan masuk. Dan pertugasnya bertanya kami ini mau kemana. Kami pun menjelaskan maksud dan tujuan kami. Kalau kami ini ingin mengebom mall terlaknak ini. Enggak, deng. Kami jelaskan secara jujur dengan ekspresi mata nanar dan wajah memelas dan suara mendesah agar kami bisa masuk.

Dan ternyata kami salah naik eskalator lantai tiga. Eskalator yang mengantarkan kami ke lantai tiga itu adalah ekslator menuju gereja, sedangkan eskalator lantai tiga yang benar menuju acara HKN itu ada di seberang dari kami berdiri. Mungkin pejaganya heran, rombongan kami ada yang berhijab dan mau masuk geraja. Akhirnya penjaga itu memastikan kami mau kemana. Terima kasih Tuhan. Engkau masih membimbing kami.

***

Setelah naik eskalator yang benar, akhirnya kita sampai di acara HKN2015. Luar biasa, depan pintu masuk sudah ada karpet merah yang mengarahkan kami untuk masuk ke dalam. Baru kali ini gue berjalan di atas karpet merah. Gue merasa tingkat kegantengan gue bertambah lima persen saat jalan di atas karpet merah. Belum juga masuk, kami sudah disambut oleh beberapa orang yang sedang mencari masa. Mulai dari volentir sosial sampai pegiat peduli politik. Usai sedikit basa basi dengan mereka, kami langsung foto-foto di depan banner HKN2015.

A photo posted by Darma Kusumah (@kusumah_darma) on


Secara pribadi, mungkin karena guenya yang kurang aware, gue menganggap kalau acaranya itu kurang seru. Selain karena tempatnya yang kurang luas, juga karena komunitasnya kurang menarik minat gue. Mungkin salah gue juga yang jaim sama penunggu-penunggu stand komunitas. Gue tidak banyak tanya kepada mereka. Padahal cukup banyak juga komunitas yang bisa bikin gue jadi pintar. Seperti komunitas batik, komunitas sejarah Indonesia, Komunitas fotografi, Komunitas ipek yang bisa bikin alat nonton chanel tv luar negeri, komunitas musik, dan beberapa komunitas lainnya.

Karena tidak ingin sia-sia pergi ke sina, kami pun mantengin berdiri di komunitas remaja batik Indonesia. Sampai akhirnya penunggu standnya mengajak kami untuk ikutan ngebatik. Kami kecuali gue, akhirnya ikut ngebatik. Lu kenapa nggak ikut ngebatik, Dar? Sebenarnya mau ikut, tapi, anehnya kenapa kepala gue malah geleng-geleng pas ditanya sama mas mas gantengnya. :( Sambil menunggu teman yang lain selesai ngebatik gue iseng- iseng saja ambil gambar mereka dan peserta lainnya yang sedang ngebatik.

Selesai itu kami pun keluar sebentar untuk isoma (istirahat, solat, dan makan). Gue lihat handphone ternyata ada pesan masuk dari Dicky. Dia ngabarin kalau sudah sampai dan sedang di lantai dasar. Gue langsung nelpon dia dan mengabarkan untuk ketemuan di musalah atau masjid saja. Yoga dan Karin juga mengabarkan kalau nanti akan ada Adi dan Ucup yang mau datang juga. Ternyata sedikit demi sedikit kami mulai ngumpul banyak, dan bisa daftar komunitas baru di acara HKN tahun ini. Saat hendak ke bawah mau ke Masjid kami bertemu Dicky dan dia ikut ke dalam barisan kami. Hohohohoh. Menurut kalian kira-kira kalau kami kumpul dan bikin komunitas, lebih baik bikin komunitas apa, ya?

A photo posted by Darma Kusumah (@kusumah_darma) on


Siap salat, kami cari makan dan istirahat sejenak. Siang itu memang gue sedang lapar banget. Yang biasaya gue jalan selalu jauh di depan mereka, kini gue jalan di barisan paling belakang. Aneh. Kadang setiap gue jalan selalu saja gue dibarisan depan. Entah jalan gue yang terlalu bersemangat dan terlalu cepat. Atau jalan mereka yang lambat kaya keong. Keong racun. Siang itu gue di tegur Nurul, katanya gue dari tadi lemes, dan diem terus. Gue bilang saja kalau gue lagi laper. Akhirnya Dicky memimpin barisan keliling-keliling lantai LG melewati puluhan jajaran dan jejeran tempat makan. Sudah jauh-jauh berjalan dan jauh-jauh pergi ke mall super gede ini ujung-ujungnya kami malah singgah di toko ayam. “Yang begini di depan kampus gue juga ada. Hohohoh,” sahut Nurul ke gue.

Sambil menunggu kang bersih-bersih toko ayam tuk bersihin meja kami, gue makan setengah piring kentang sisa orang makan di meja tersebut dan minum susu coklat yang ada di sana juga. Gue tawarin mereka, mereka pada jaim-jaim banget. Hohohohoh. Belum habis semua kentang gue lahap, Paber (cowonya Nurul) bawa mas-mas toko ayam tuk bersihin meja kami. Karena antriannya ramai bet, setelahnya kami berunding dan mengundi siapa yang akan dijadikan tukang antri yang memesan pesanan kami. Kami pun gambreng dan ternyata gue sama Nurul yang harus antri. Rada mager juga tapi, ini kesempatan emas buat gue ngedeketin Nurul. Hohohohoh. Namun, karena gue menghormati Paber mending mereka berdua saja yang pesan dan antar makanan kami.

Siap makan siang, kami ngobrol-ngobrol sebentar dan foto-foto. Bahas tempat wisata yang enak di Puncak untuk nanti kumpul berikutnya di Puncak. Tiba-tiba Karin mengabarkan kalau Uni dan Nuri ada di atas. Yaudin, kita balik lagi ke atas. Gue sudah rada bosen sebenarnya. Wong acaranya cuma gitu-gitu doang. Tapi, karena masih mau kumpul sama mereka sampai pulang malem pun gue rela. Dalam perlajanan menuju ke atas di sini banyak banget paha gratisan mulai dari paha local sampai paha mancanegara.

Yog, Itu bule cakep, ya. Nafsu gue lihatnya,” ucap gue.
“Tinggi banget itu bule. Lu mau diketekin sama dia. Terus kalau ciuman susah tahu. Lu kalah tinggi,”balas Yoga jujur.

Setelah sampai di atas kami akhirnya bertemu dengan Uni dan Nuri, ngobrol-ngobrol dan foto-foto. Pergi ke toilet dan keluar masuk ke acara sambil menunggu yang lain pada datang juga. Setelah lama menunggu akhirnya Ucup dan Adi datang dan bertemu kami di dalam. Terus foto-foto lagi, deh. Ngobrol-ngobrol lagi sampai jam setengah lima-an. Kami pun ke bawah lagi ke lantai LG, kali ini istirahat dan salat Asar. Gue ngerasa kami pergi ke mall cuma numpang salat doang. Hohohohoh. Sampai di bawah kami istirahat sampai masuk waktu Magrib. Tidak lama setelah itu kami bertemu Reza dan kembali lagi ke atas. Ini, mah, pegal bolak-balik ke atas ke bawah. Kan, lebih enak pegal keluar masukin anu.

Pas sampai di lantai dua ternyata sudah pada bubaran. Uni, Nuri, Adi, dan Ucup sudah turun di lantai dua. Kami bertemu mereka pas banget di tangga turun dari lantai tiga ke lantai dua. Sebenarnya masih ada beberapa stand yang masih buka. Namun, Uni mengajak kami untuk pergi dan makan di UKM lantai LG. Sambil ngobrolin projek besar, katanya. Ternyata projek besar itu adalah kami diminta Uni untuk bikin buku. Sejenis buku antologi, kumpulan cerita gitu. Untuk urusan penebit dan editor itu masalah gampang, kata Uni memotivasi. Di tengah-tengah pembicaraan datang lagi teman kami. Bela. Dia datang ingin bertemu Uni dan Nuri. Dengan teliti, kami hanya mendengarkan dengan hikmat akan amanah dan permintaan Uni tersebut. Setelah ngobrol-ngobrol sampai jam delapan akhirnya kami pulang.

***

Pulang saat tiba di st,Tebet, kami berpisah dengan Uni. Uni pulang ke arah st.Bogor naik dari peron nomer dua. Sedangkan kami (Yoga, Karin, Nurul, Paber, Bela, dan Gue) pulang ke arah st.Manggarai dan st.Tanah Abang di peron nomer satu. Dan yang lain (Adi, Reza, Dicky, dan Ucup) pulang naik motor. Di st.Tebet, kami lama nungguin Yoga yang bermasalah dengan kartu Flashnya. Gegayaan banget itu anak, biasa juga naik kereta pakai tiket harian berbayar (THB). Lama menunggu Yoga dari sebrang palang gardu masuk, kereta jurusan Bogor akhirnya tiba dan Uni pamit duluan. Bertepatan saat Yoga masuk kereta yang lewat st.Tanah Abang pun tiba. Dia pun cerita-cerita sedikit kalau kartu Flashnya belum diaktifkan untuk naik kereta dan saldo minimumnya tidak mencukupi. Saat kami lagi buru-buru mau naik kereta di peron satu, tiba-tiba Yoga izin mau ke toilet. Kami pun menunggu Yoga dengan penuh cemas dan galau. Antara mau meninggalkan Yoga atau menunggu sampai dia selesai pipis. Sampai akhirnya keretanya mau berangkat dan Yoga belum kembali menyusul kami. Kereta pun meninggalkan kami. Dan kami harus menunggu kereta berikutnya. Dasar Yoga kampret, kami jadi makin malam pulangnya.

Selang beberapa menit kemudian kereta pemberhentian st.Jatinegara tiba. Beberapa dari kami mulai ada yang berdebat, bertanya-tanya apakah kereta ini benar melewati st.Tanah Abang. Ada yang menjawab iya, dan ada yang ragu dan takut salah naik. Karena nggak mau lama menunggu lagi tanpa pikir panjang kami naik kereta tersebut. Dan melanjutkan perdebatan di dalam kereta. Kalau gue, sih, bodo amat. Toh, gue turun di st.Manggarai. Beda satu stasiun dari st.Tebet. 

Masuk ke st.Manggarai, gue siap-siap berdiri pamit ke mereka semua dan turun. Melanjutkan naik kereta di jalur lain menuju st.Klender. Semoga saja mereka tidak salah naik kereta dan turun tepat di st.Tanah Abang.

Sudah, ya, segitu saja cerita gue kali ini. Maaf kalau tidak jelas akhir ceritanya. Dan maaf juga kalau kepanjangan. Hohohohoho. Terima kasih untuk kalian yang sudah baca tulisan ini sampai selesai. Daadaaaa. See you ~

Sabtu, 26 September 2015

Misteri Hilangnya Kartu ATM

Ceroboh. Iya, gue ceroboh banget. Senin kemarin gue baru saja mengurus kartu ATM gue yang hilang. Kartu ATM itu hilangnya sudah dari hari Sabtu. Pasca hilangnya itu kartu ATM masih di hari yang sama, gue malah dengan santainya makan es krim dan baca buku di pelataran Mall. Gue belum sadar dengan kartu ATM gue yang hilang, Gue masih asik ngeskrim ganteng di Mall.

Awal kejadiannya begini, hari Sabtu itu, gue mau pergi ke Gramed. Sebelum ke Gramed, gue ambil duit dulu di mesin ATM. Gue dorong pintu ATM lepas sandal baca doa terus masuk ke dalam. Pijit-pijit tombol mesin ATM sambil baca pesan dari Raisa. Kalau nggak salah, dia tanya tentang bahasa Sunda yang lagi di pakai sama temannya di status BBM. Padahal gue juga kurang ngerti. Untung ada pak satpam Dadan Tauladan. Akhirnya gue keluar sebentar, bertanya ke pak satpam tentang apa yang Raisa tanya terus masuk lagi ke dalam. Masuknya pelan-pelan lagi. Usai pijit-pijit tombol, duit yang gue mau akhirnya keluar. Habis itu gue langsung keluar dan pergi ke Gramed.

Tiba di Gramed, buku yang gue cari nggak ada. Yaudin, karena nggak mau rugi sudah cape keliling-keliling, gue iseng-iseng foto-foto objek yang ada di dalam Gramed. Eh, nggak sengaja malah ketemu bidadari. Itu cewe cakep bet, pakai baju kaos warna lemon. Bawa bonyoknya lagi. Kayanya dia berstatus jomblo. Terus cari jodoh sama bonyoknya ke Gramed. Karena yakin dengan asumsi sendiri, gue buntutin dia dari belakang. Dia akhirnya berhenti di depan komputer pencarian sama Nyokapnya, dan Bokapnya berdiri tidak jauh dekat rak buku.

“Baca buku, Om?” Ucap gue ke Bokap itu cewe.
“Iya. Ini buku bagus, Dek. Sejarah tentang Soekarno, dia teman main saya waktu masih kecil dulu,” kata Bokap itu cewe.
“Hmm. Ternyata Om sudah tua, ya,” balas gue tanpa pikir.

Setelah percakapan singkat itu si Bokap melotot-melotot ke Gue. Gue cuma balas mata genitnya itu dengan senyum-senyum manja.

Karena dirasa cukup pedekate sama Bokapnya itu cewe, gue langsung jalan mendekati cewe lemon. Tinggal satu belokan sampai, tiba-tiba ada mas-mas Gramed yang lebih dulu deketin. “Sial gue kalah cepet,” gumam gue dalam batin. Akhirnya, gue cuma bisa lihat dia dari belakang rak buku sambil pura pura baca kamus.

***

Menjelang sore sepulang dari Gramed, gue mampir ke Arion mau jajan es krim sambil baca buku. Lagi enak ngelamun sambil ditemanin es krim di sisi kiri, dan buku di sisi kanan, tiba-tiba ada suara ledakan di pelataran Mall. Arah ledakan itu tepat di sisi kanan belakang gue. Sontak semua pengunjung pada kaget dan ada juga yang latahan kecuali gue. Iya, gue nggak latahan. Serius.

Usut punya usut, tenyata ledakan itu dari balonnya Ibu muda yang meledak saat di pegang oleh Ayah muda. Mereka ini pasangan muda. Untung si Ibu muda itu punya dua balon. Sepasang lagi. Tunggu. Maksud gue, pasangan muda ini bawa anak. Ibu muda ini lagi gandeng anaknya yang sedang bawa balon. Terus Ibunya pinta Ayahnya buat pegang si anak dan balonnya. Waktu ibunya lagi pesan es krim dan ayahnya mangku anak mereka, tiba tiba balon biru itu meledak. Si Ayah yang merasa bersalah sama anaknya cuma ngelus-ngelus dada anaknya berharap anaknya nggak kaget gitu sambil minta maaf ke anaknya. Anaknya cuma pasang muka datar. Kaya keenakan gitu dielus-elus dadanya. Anaknya lucu banget. Minta banget mau dibawa pulang. Rasanya mau gue bungkus terus dipitain.

Satu jam berlalu gue makan es krim sambil baca buku. Karena sudah puas dan sudah sore banget akhirnya gue pulang. Sampai saat ini gue belum sadar kalau kartu ATM gue hilang.

Besok paginya, Minggu, badan gue malah demam. Seharian kerjanya cuma tidur, bangun, makan, ngeluh, uring-uringan, terus tidur lagi. Karena sudah nggak tinggal bareng ibu lagi, gue ngerengek sendirian di kamar. Terakhir gue sakit, baru mules sedikit langsung lari ke kamar ibu minta di elus-elus perut gue. Sekarang nggak ada. Ibu gue lagi di kampung. Sedih.

***

Lanjut ke Senin pagi. Siap sarapan, gue langsung obatan terus lanjut tidur. Siangnya baru ke kampus. Tepatnya ke perpus kampus. Gue keluarin dompet ambil KTM buat dapat nomer rak penyimpanan tas. Pas gue lihat dompetnya, tenyata kartu ATM gue hilang. Gue mulai panik, tapi gue tahan. Semenit dua menit pikiran gue mulai kacau. Mikirin ATM gue yang hilang. Gue tetap santai mencoba fokus niat ngerjain tugas. Habis simpan tas di rak, gue naik ke lantai dua cari-cari tempat duduk yang kosong.

Baru duduk naro pantat, gue sudah angkat pantat lagi. Gue nggak fokus. Nggak fokus gegara mikirin kamu. Iya, kamu yang lagi minum soya. Karena nggak fokus, gue langsung buru-buru urus ATM gue yang hilang. Gue langsung ke Bank tempat gue tarik uang hari Sabtu kemarin, sampai di Bank ternyata harus bikin surat keterangan hilang. Bodoh. Gue lupa. Akhirnya gue ke kantor polisi bikin surat keterangan hilang. Sampai di kantor polisi gue di layani dengan baik dan pelayanannya pun cepat tidak bertele-tele. Namun, ada tapinya. Cewe yang duduk di samping gue, dia juga ngurus kartu ATMnya yang hilang. Masa itu polisi ngucapin selamat ulang tahun sama tu cewe, gue nggak diucapin. Terus yang cewe dilayanin dengan komputer jadi lebih cepat gitu. Kalau gue pakai mesin ketik jadul. Curang.

Selesai bikin surat keterangan hilang, gue balik lagi ke Bank. Mengantri degan nomer antrian B013. Cukup lama juga gue menunggu dan duduk di sofa antrian. Kurang lebih tiga puluh menit gue menunggu. Tapi, tak apa. Mba teller Banknya cakep berkerudung ungu dan bibirnya merah merona kalau dicium pasti seperti strawbery. Asam manis gitu, tapi bikin segar. Hohoho. Mba Nita namanya. Hmm. Namanya terlalu mudah untuk wanita secantik dia. Hohohohoh. Satu dua kali gue curi-curi pandang sambil kasih senyum ganteng gue ke mbanya.

Akhirnya nomer antrian gue dipanggil. Dengan pede gue datang ke meja mba Nita, dia kasih salam, suruh gue duduk, dan akhirnya kita malah keasyikan ngobrol sampai Banknya tutup. Setelah obrolan pembuka atas keluhan ATM gue yang hilang. Mba Nita menduga kalau kartu ATM gue tertelan mesin ATM. Setelah dicek ke mesin ATMnya, ternyata benar ada kartu ATM gue di dalam mesin. Urusan ini pun solved.

“Ini kartunya, A. Setelah kami cek ternyata kartunya ada di dalam mesin. Jadi, tidak kami ganti dengan yang baru,” jelas Mba Nita.
“Wah, iya terima kasih, Neng,” balas gue.
“Sama-sama. Ada yang bisa kami bantu lagi, A?” Tanya Mba Nita.

Sejak awal ngobrol, gue sebenarnya mau minta pin Bbnya. Tapi, lidah gue kelu. Dan gue balas pertanyaan terakhirnya dengan gelengan kepala. Sekembalinya kartu ATM itu ke tangan gue lagi, gue langsung pulang dan masuk ke kamar. Di kamar, gue masih kepikiran sama teller Banknya. Dan malam harinya demam gue naik lagi. :(

Sedikit tips, kalau ambil duit di mesin ATM. Setelah duitnya keluar lebih baik ambil dan simpan kartu ATMnya dahulu baru ambil dan simpan duitnya. Mungkin dari kalian ada yang mau menambahkan. Silakah kasih tips kalian di kolom komentar bawah.

Sudah, ya. Itu saja cerita gue kali ini. Hmm. See you ~


Senin, 21 September 2015

Kesendirian

Hah. Sudah hampir dua Minggu blog gue tidak kasih makan. Intensitas gue menulis di blog sudah mulai menurun. Payah. Padahal belum genap satu tahun gue punya blog. Tapi, gue punya alasan tersendiri kenapa gue mulai jarang update blog lagi.

Sepenghilangnya gue di blog, karena beberapa hari kebelakang ini gue menghabiskan waktu untuk bertapa. Mencari kesunyian ditengah carut-marutnya Ibukota. Sunyi dengan kesendirian. Mengasingkan diri ke sebuah tempat yang gue juga nggak tahu itu tempat apa.

Belajar dari keberhasilan di puisi pertama gue bertajuk Untitle tersebut, gue mencoba membuat puisi kembali. Hampir setiap malam setelah letih dari aktivitas keseharian, gue menenangkan diri duduk sila di tengah-tengah ruang belajar. Memangku tangan di atas paha dan membentuk pola jari seperti patung Budha.

Dalam posisi seperti itu, pikiran gue mulai tenang. Mulai memikiran puisi apa yang akan gue buat. Dan gue juga mulai menarik nafas dalam-dalam dari lubang hidung dan dikeluarkan menuju lubang dubur. Suara yang indah serta beraroma sangat sedap. Sungguh nikmat tiada tara. Coba banyangkan kalau tidak bisa kentut, itu sungguh tidak enak banget. Perut berasa kembung kebanyakan angin dan jadi sudah tidur.

Singkat cerita dari hasil bertapa itu gue berhasil menelurkan tiga puisi secara berangsur-angsur. Ternyata pengasingan diri gue tidak sia-sia. Tiga puisi tesebut bertema Kesendirian. Kenapa temanya Kesendirian? Iya, karena gue sudah telalu lama sendiri.

Oke tak perlu berlama-lama, berikut ini tiga puisi gue. Hasil dari bertapa selama berhari-hari.

Hampa
…...........................
…...........................
…...........................
           …...........................
           …...........................
           …...........................
…...........................
…...........................
           Terima kasih.

Sunyi
…...........................
…...........................
        …...........................
        …...........................
…...........................
…...........................
       Sekian.

Hening
…...........................
…...........................
           …...........................
           …...........................
…...........................
…...........................
           Tamat.

Sebagai penutup, gue minta kritik dan saran kalian dari tiga puisi gue. Mohon komentarnya teman-teman. Terima kasih.

Sabtu, 12 September 2015

Surat Untuk Nona #8

Halo Nona Nay. :)
Apa kabarmu? Semoga sehat selalu.

Iya. Sudah hampir dua Minggu aku menunggu surat balasan darimu. Setiap pulang dari aktivitas keseharianku, aku selalu mampir ke teras rumah. Melihat dan memeriksa isi kotak surat rumahku. Setiap aku tengok kotak tua itu selalu saja tidak ada surat dan kabar darimu. Hanya ada surat lain dari layanan asuransiku yang kini sudah menumpuk di meja ruang tengah.

Aku sempat khawatir dan galau. Aku kira kamu sudah lupa denganku. Sempat terpikir olehku untuk mengabarkan surat lainnya untukmu. Tapi, niat mengirimkan surat lainnya untukmu, aku batalkan. Aku hanya takut dinilai cerewet olehmu. Dan takut juga mengganggu kesibukkanmu. Kegelisahanku menanti surat balasan darimu sudah aku ceritakan kepada gadis teduhku. Ia selalu menenangkanku dan mengatakan, 'mungkin nona sedang sibuk, bersabar lah!'. Ucapnya selalu begitu.

Nona, aku baru saja mendapatkan gadis teduhku. Saking teduh kantung matanya terlihat teduh seperti bayangan pohon petai yang terbentuk dari sinar matahari. Teduh dan sejuk. Kenapa pohon petai? Iya, Nona. Gadis teduhku ini dia suka sekali petai. Bahkan dia juga suka dengan jengkol.

Nona, apakah kamu suka juga dengan petai dan jengkol?

Oh, iya. Maaf tawaranmu mengenai lelaki teduh sepertinya aku tolak. Selain karena aku sudah mendapatkan gadis teduh. Aku juga menebak bahwa lelaki teduh itu Paber, kan? Tidak, Nona. Terima kasih. Lelaki teduh itu untukmu saja. Aku sudah cukup dan bersyukur dengan gadis teduhku ini. Dia datang dari masa depan. Dia gadis teduhku, Non. Waktunya lebih cepat satu Minggu dari waktuku. Itu alamat yang dia tulis di gubuk mayanya, Non. Kamu pasti kenal dengan gadis teduhku ini, Non.

Nona, ternyata liburanmu cukup menyibukkanmu, ya. Aku membayangkan kamu yang kerepotan dengan membagi waktumu untuk kuliah semester pendekmu, dan membuat waktu untuk mengurus keluarga barumu. Btw, bagaimana kabar kerluargamu? Ran dan Run itu? Semoga mereka akur, ya. Dan tidak rebutan makan biskuit Whiskas.

Untuk liburanku, aku lebih banyak berleha lehanya, Non. Menghabiskan waktuku dengan tumbukan PR di rumahku. Tumbukan buku di rumah yang belum sempat aku baca habis. Serta jejeran dan jajaran stok film di netbook. Aku belum sempat melahapnya semua. Itulah pr pr ku. Liburanku habis dengan mereka saja. Benda benda sialan itu.

Nona, ada sesuatu hal yang mengganjal dalam diriku. Sudah lama kita tidak bertemu. Bermain di alun-alun bersama seperti dulu. Kapan kita bisa bermain lagi di alun-alun kota, Non?


Salam meong

Seorang Hamba


Surat Untuk Nona
Surat Untuk Nona #8